Tradisi Masyarakat Suku Duano Inhil

Tradisi Masyarakat Suku Duano Inhil

SERIBUPARITNEWS.COM,Tanah Merah - Menongkah kerang. Ya, istilah ini memang tak asing lagi bagi masyarakat yang berada dikawasan pesisir Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).

Kegiatan mencari kerang menggunakan sebilah papan itu, kerap dilakoni masyarakat Inhil terutama yang berada di kawasan pesisir seperti Desa Sungai Bela, Sungai Laut, Concong dan Tanah Merah yang dimana di Desa tersebut banyak terdapat masyarakat suku duano.

Masa kering air laut adalah masa yang tepat untuk nelayan suku Duano turun mencari kerang, yang mana pada masa ini, air di lautan sedang benar – benar kering atau surut. Tidak begitu halnya jika memasuki masa perbani, yang mana air laut naik atau mengalami pasang. Masyarakat nelayan suku Duano akan berhenti sementara waktu untuk mencari kerang.

Kalau sedang kering, mereka akan turun mencari kerang. Masa kering terjadi sekitar 5 sampai 6 hari dalam seminggu, Setiap pagi hingga sore hari dalam masa kering, masyarakat suku duano turun untuk menongkah kerang. Hamparan lumpur dipinggir laut adalah ‘arena pertarungan’.

Riak – riak kecil lautan, dan terik matahari senantiasa menemani mereka. Tak jarang marabahaya juga nyaris menghampiri. Binatang buas, menjadi satu dari sekian banyak ancaman. Namun, apalah daya, mereka tak kuasa memikirkannya. Kebutuhan keluarga adalah hal utama bagi para Duano.

Suku Duano dikenal tangguh dalam bekerja. Tak banyak orang yang mampu melakukan aktifitas menongkah, lebih lagi menjadikannya sebagai rutinitas.

Bagaimana tidak, medan berlumpur sungguh sangat berat untuk dikayuh menggunakan ‘landasan’ berupa sebilah papan. Resiko terluka di bagian lutut adalah yang pertama menjadi pertimbangan dalam menongkah kerang.

Menongkah kerang bukanlah suatu aktifitas yang mudah untuk dilakukan. Meski begitu, masyarakat suku Duano telah melakoni pekerjaan ini selama puluhan tahun. Tak mengherankan jika suku Duano telah sangat pandai dalam teknik menongkah.

Saking lamanya, menongkah kerang dianggap sebagai tradisi dan kearifan lokal masyarakat suku Duano. Bukan karena hobi, melainkan karena memang ketidakmampuan mereka untuk mencari dan melakukan aktifitas ekonomi dengan cara dan di bidang lainnya.

Ketergantungan masyarakat suku Duano dengan aktifitas menongkah kerang tergolong tinggi. Pendapatan mereka akan turun drastis bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, bilamana tidak melakukan aktifitas menongkah kerang.

Di tengah ketergantungan yang tinggi terhadap kerang, keberadaan kerang itu sendiri semakin hari kian tergerus karena masuknya teknologi. Penggunaan mini trol untuk menangkap kerang mengancam keberadaan kerang, baik dari sisi ketersediaan maupun habitatnya.

Tindakan eksploitasi oleh perusahaan penangkapan menjadi ironi tersendiri bagi suku Duano. Mirisnya lagi, Pemerintah tampak tak dapat berkutik dengan kegiatan eksploitasi ini. Padahal, dengan jelas regulasi melarang keras penggunaan trol karena dapat menghancurkan habitat dan mengancam kepunahan biota.

Entah itu ketidakmampuan atau ketidakmauan yang membuat trol – trol milik perusahaan itu terus beroperasi. Sampai saat ini, eksploitasi masih tetap terjadi.

Menggerogoti rupiah dari kerang dan tiada satu pun yang berang. Haruskah mereka melawan atau mengalah dengan keadaan?.

Mungkin di suatu saat, akan ada yang mengerti, bahwa menongkah tak hanya sekadar mencari rezeki tapi sudah menjadi sebuah tradisi.

Sebagai ‘orang laut’, yang terkenal akan kegigihannya, masyarakat Suku Duano tidak patah semangat untuk hidup di Inhil yang terkenal akan alamnya yang keras.

Tradisi menongkah merupakan wujud semangat Suku Duano menghadapi alam pasang surut Inhil dan melalui semangat Suku Duano, kini saban tahun (setiap Juli) Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir mengadakan Festival Menongkah. Bertempat di Pantai Bidari, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Merah, ribuan masyarakat akan berkunjung menyaksikan festival warisan budaya ini 

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index