Harga Kelapa Dunia Tertekan Akibat Ketidakpastian Ekonomi dan Perang

Harga Kelapa Dunia Tertekan Akibat Ketidakpastian Ekonomi dan Perang
Foto : Petani Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir sedang mengoyak kelapa

SERIBUPARITNEWS.COM, Dilansir dari sumber media bahwa Industri kelapa mulai terdampak ketidakpastian ekonomi global termasuk perang Rusia-Ukraina. Di Filipina, harga Kopra pada Maret 2022 mengalami penurunan menjadi US$ 773 per Metric Ton (MT) dari sebelumnya mencapai US$ 1.221 per MT.

Sementara kelapa parut (desiccated coconut) di Filipina juga turun menjadi US$ 2.000 per MT di Juli 2022 dari sebelumnya mencapai US$ 2.700 per MT.

Bahkan untuk produk komoditas seperti kelapa kupas (coconut dehusked) yang minim nilai tambah, juga mengalami penurunan harga yang signifikan. Di Filipina dalam perdagangan domestik pada bulan Maret 2022 harganya masih US$ 234 per MT, sedang  pada Juli 2022 menurun signifikan hanya di angka US$ 151 per MT.

Tak hanya di Asia, negara kawasan Eropa pun mengalami dampak penurunan demand tersebut. Seperti produk minyak kelapa atau coconut oil. Di perdagangan Eropa pada Maret 2022 masih senilai US$ 2.243 per MT, namun pada Juli 2022 harganya turun hanya di kisaran US$ 1.433 per MT.

Hal serupa ternyata juga terjadi di Indonesia, Thailand, Vietnam dan negara eksportir kelapa lain. Di mana industri kelapa dan produk turunannya ikut terguncang. Indonesia sendiri sebagai salah satu eksportir kelapa terbesar dibuat kelabakan dengan menurunnya demand dari negara importir.

Market  Statistic Officer International Coconut Community (ICC), Alit Pirmansah, mengatakan, saat ini pelaku industri kelapa sedang tidak baik-baik saja. Di Indonesia maupun negara anggota ICC lain tengah menghadapi permasalahan yang sama.

"Permasalahan terbesar saat ini adalah menurunnya demand karena adanya ketidakstabilan global. Saat pandemi kemarin pelaku industri kelapa sudah berusaha survive dan masih bisa bertahan. Namun adanya gempuran ekonomi baru yang disebabkan dampak dari perang Rusia-Ukraina ini berbeda. Fenomena tersebut membuat industri kelapa semakin terpuruk," kata Alit dalam keterangannya, Senin (5/9).

Perang Rusia-Ukraina menyebabkan stabilitas negara-negara kawasan Eropa dan Amerika menjadi tak stabil. Perekonomian di negara-negara tersebut juga terganggu. Alhasil, daya beli masyarakat menurun drastis. Hal inilah yang memberikan dampak besar terhadap anjloknya harga kelapa butir maupun olahan.

Alit menjelaskan, dengan kondisi market dunia yang saat ini tengah mengalami penurunan demand, meski harga jual produk diturunkan di bawah harga pasar pun, belum tentu akan laku.

Karena penyebab utamanya adalah minimnya permintaan dan kebutuhan terhadap produk tersebut. Sehingga, meski saat ini harga kelapa sudah turun, permintaan impor kelapa dari negara lain tetap rendah.

Untuk menyikapi kondisi demikian, Alit menuturkan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan oleh para pelaku bisnis di industri kelapa. Yakni dengan meningkatkan konsumsi domestik dalam negeri. Hal ini juga bisa terwujud dengan sinergitas antar beberapa lini.

Meningkatnya konsumsi domestik terhadap kelapa dan produk turunannya akan menjadi jalan keluar terbaik. Alit mencontohkan, seperti di India, di mana konsumsi domestik mereka akan kelapa cukup besar. Sehingga adanya penurunan demand dari negara importir tak membuat mereka limbung. Industri kelapa di India yang besar akan tetap bisa terserap dengan baik karena konsumsi domestik yang tinggi.

Selain itu, ia melanjutkan, opsi lain yang bisa diterapkan adalah meningkatkan nilai tambah produk kelapa tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan saran supaya jangan hanya menjual kelapa butiran saja. Keseluruhan kelapa sebenarnya bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai jual tinggi, baik itu air, daging, batok kelapa hingga sabut kelapa.

"Kemampuan mengolah keseluruhan kelapa ini penting di masa seperti sekarang ini. Sebab kalau hanya mengandalkan penjualan kelapa butiran saja saya rasa akan kesulitan. Lesunya permintaan konsumen justru akan membuat para petani semakin sulit," papar Alit.

Alit menjelaskan, fluktuasi nilai jual suatu produk di pasar global sebenarnya adalah hal yang biasa terjadi. Sebelumnya, dalam krisis global semua produk juga terdampak, namun memang kondisi pandemi yang dibarengi adanya perang yang memanas menambah keruh suasana.

"Kalau lihat ke belakang sebelum perang sebenarnya pertumbuhan industri kelapa ini bagus. Pandangan 5 tahun ke depan pertumbuhannya positif. Namun karena situasi tak terduga ini cukup terasa di berbagai kalangan. Harapannya setelah perang ini usai industri kelapa akan bisa bangkit lagi. Dan saya optimistis akan hal itu," pungkasnya.

Sementara pakar Agribisnis Dr.Mulono Apriyanto memiliki persepsi yang sama tentang gejolak harga kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir

Menurutnya, ketidakpastian ekonomi dan perang bisa memicu ketidakstabilan harga komoditas perkebunan di pangsa dalam negeri,"sebutnya

"Keputusan kenaikan harga kelapa berdasarkan harga tetapan dari dunia yang juga mempengaruhi demand kelapa dari Indonesia,"jelas Apriyanto

"So,untuk menghadapi permasalahan tersebut petani diharapkannya mempunya saving dan melakukan pola tanam tumpang sari yang bisa menambah hasil kebunnya selain kelapa,"sambungnya

Sumber : Kontan.co.id 
 

Ikuti Seribuparitnews.com di GoogleNews

Berita Lainnya

Index